12 Jam Yang Lalu

Gile, hari ini adalah hari dimana aku memulai perubahan.  Aku berusaha berubah total dari kehidupan lamaku.  Aku yang sebelumnya selalu berantakan, sekarang entah kenapa barangku rapi semua.  Aku sadar bahwa aku telah berubah, walau belum sepenuhnya.

Kimia, yah ini pelajaran yang bikin aku semangat.  Semangat karena banyak masalah selalu terselesaikan saat pelajaran kimiaku. Ada apa? Entahlah aku tak terlalu mengetahui kenapa. Mungkin karena gurunya kali ya? Guru kimiaku adalah guru terfavorit.  Dia hebat!  Guruku satu ini ramahnya minta ampun.  Aku yang sejatinya bingung sama kimia jadi paham.  Gimana nggak bingung? orang kimia ituloh isinya cuman penjumlahan antar huruf.  Coba bayangin, darimana asalnya garam?  Ya Na(+) + cL (-) , itu asalnya.  Kok bisa? gatau lah -_- orang jaman dulu kurang kerjaan kali’

Hari ini juga adalah hari dimana aku kangen banget.  Dia adalah salah satu teman baik dan teman dekatku.  Sayang saja,  kesempatan bertumu memang nggak ada untuk minggu ini. 

Kehidupan asmara? Wah kali ini saya tegaskan bahwa sudah move.  (kok bilang bilang, haqi ini sok) Enggak juga kok, aku cuman mau bilang bahwa aku sudah move.  Perkara kau bilang aku sok sih your problem lah ya.  (ke siapa?) Nah ini yang asyik. 

Sekedar ciri ciri, dia orang yang ku kenal (JELAS LAH!).  Dia itu Alhamdulillah nggak terlalu coklat gitu kulitnya, tapi bukan barang impor (MAKSUD? -_-v) mirip bule gitu dah.  

Lalu ini nih yang parah.  Aku masih menghargai dia dengan cara diam.  Karena? Well, beside she had another crush that definitely wasn’t me, I know she doenst look for a boy like me.  Well secret admirer is the best job for this. 

Btw, today school wasn’t so bad.  I’am not taking hurt anymore. And for the record, I’am not in love with little kid like the rumor said. Or what I said.  Lebih tepatnya rumor itu sebagai pengalih perhatian, cukup berhasil bukan? 😀

Sebuah Celotehan Malam Senin

Sudah lama ku mengenalmu, sudah cukup pandanganku. Sudah baik aku menjaga kehormatanmu. Sudah baik aku mengorbankan semua yang ku bisa. Sudah cukup kalimat manis. Sudah cukup amarah yang terucap. Terlalu banyak sayang yang tidak terucap lantaran sibuk membuktikan. Belum aku mendapat cukup sayang. Belum cukup bukti. Belum cukup pengertian. Belum cukup lelaki yang kau anggap dekat tuk jadi spesial. Tak boleh aku jadi sahabatmu. Tak boleh aku mengajakmu hanya sekedar berkeliling kecil sekitar area rumahmu yang tentram. Belum terlaksana mimpiku. Belum terlaksana rencana kecilku hingga ditolak ketika meminta izin mengunjungimu dengan niat baik. Gagal sudah aku mencari nama dalam ruamg lingkup keluarga besarmu. Gagal.

Tapi ku merasa kurang untuk memberimu lebih, aku merasa kurang untuk menjadi yang PALING BAIK. Karena aku tau seorang perempuan itu layak tuk diperjuangkan. Orang anggap aku galau. Aku menyebutnya sebagai bukti kecil nyata yamg kau tak pernah berikan.

Aku memang begini adanya, kaupun jiga begitu adanya. Ku tak berbadan atletis. Jauh. Aku juga nggak sepintar yang kamu kira yang dapat memecahkan rumusan Energi kinetik fisika. Tapi ketika aku janji. Sampai saat terakhir kalimatku. Belum ada dusta. Aku hanya berfikir, kalau aku sampai segininya. Sampai segininya aku karenamu. Karenamu yang selama kita duduk berdua dalam bioskop hanya menjaga jarak karena aku tahu, kehormatanmu adalah segalanya. Kamu mahal. Bukan perempuan gampangan yang dicari seperti membeli McDonals. Kalo gak paha ya dada. Kadang sayap juga boleh. Bagaimana denganmu? Apakah sema yang kamu katakan dapat aku percaya? Kalaupun tidak buatku, apakah setidaknya buat penerusku yang mungkin akan jadi pengganti?

Apa yang aku bilang sejak awal? Apakah kau hanya menerimaku karena kasian belaka? Apa kau nyesel? Menyadari sesuatu yang nggak kau suka? Pasti salah satu dari itu pasti bener.

Aku ingat. Aku sampai hampir mengorbankan sahabat perempuanku hanya demi kamu. Kamu yang sahabat laki lakimu banyak aku tak merasa akan kau berkhianat padaku. Yang nyatanya akupun sebagai kekasih status. Jarang dianggap sahabat. Tapi begitu kelihatan cuek ngambek.

Aku ingat ketika kamu cemburu dengan orang itu. Orang yang menurutmu bakal merusak hubungan. Nyatanya orang yang selalu jadisalahpaaham kau semata.

Capek. Tidur sajalah. Celotehan belum selesai.

Bodoh

” Aduh, bodohnya aku. Sial! Dia lebih senang dengan orang lain! Laki macam apa aku ini?”

Ya itulah aku, dibutakan oleh perasaan belaka. Aku terlalu mempercayainya. Dia adalah ibu kedua bagiku. Aku menghormatinya. Aku menyayanginya.

Diluar sana, aku mengetahui akan ada banyak rintangan diantara kita nanti. Aku berkomitmen. Karena aku percaya. Karena aku bahagia. Karena atas nama emosi yang tak bisa diartikan.

Beberapa waktu berlalu. Jalanan berlubang terlewati. Sialnya mobil cinta kami mogok. Dia lebih memilih numpang dengan mobil temanya.  Aku tau aku salah. Setidaknya, hargai aku yang telah berupaya membangun mobil ini sejak awal. Nyatanya Aku bodoh.

Dia

Aku adalah sebuah emosi yang ditimbulkan oleh suatu kejadian acak beberapa minggu ini. Dimana aku bertarung melawan sebuah pemikiran logis yang selalu senang ber argumen.

Hari ini aku adalah sebuah emosi senang. Karena ada dia memberiku sebuah kejutan kecil. Tulisan di tangan ini adalah sebuah goresan halus dari ballpoint miliknya. Aku senang. Aku bahagia. Ku rasa tanganya yang lembut itu menyentuh kulit coklatku dengan pelan. Aku merasa spesial. Melayang

Hari berikutnya, aku adalah emosi kecewa. Kecewa karena penantian. Kecewa karena harapan. Kecewa karena suatu hal. Tapi rasa itu berubah ketika aku bertemu denganya. Aku berubah bahagia seketika. Huh dasar.

Ketika Cinta Terasa Tak Cukup Tanpa Tapi

Suara yang berisik dari ruangan sebelah tempat bapakku biasanya menonton TV selepas kerja hari ini sangatlah ramai, terdengar canda gurau dan bunyi dering handphone dari tamu membuat rumahku saat ini tidak direkomendasikan untuk dijadikan tempat istirahat yang tenang.  Di kamarku aku hanya seorang diri dan sedang duduk termenung memikirkan berbagai macam hal.  Ruangan kamar yang tertata rapi dan sebuah lukisan pohon beringin yang besar membuatku bisa befikir lebih tenang, ditemani oleh secangkir teh buatan ibu menambah unsur ketenangan hati diantara suasana yang sangat ramai malam itu.

” BUZZ!! ”

Bunyi getar handphoneku membuatku tersadar kala itu sebuah pesan singkat diterima oleh handphone yang berada di meja kamarku yang tak jauh dari tempat aku membaringkan diri, langsung saja aku ambil lalu membaca isi pesan tersebut.

” Hai (: lagi ngapain? sibuk ya? ”

Sebuah pertanyaan yang patut ditanyakan seorang kekasih kepada pasanganya ketika seharian sang kekasih sedang tidak mood untuk menyentuh benda eleltronik apapun.  Ya aku memang menarik diri dari segala macam yang berbau elektronik dan media sosial.

” Hei love, maafkan aku hari ini tidak mengirimi kamu sepatah katapun.  Tapi ini bukan berarti aku membencimu, aku cuman butuh waktu buat sendiri.  Kuharap kau mau mengerti 😀 Love You ”

Aku membalas dengan perasaan yang sedih bercampur bingung, karena hari itu adalah hari dimana aku sedang dalam kondisi tidak sehat baik jiwa maupun raga ini.  Aku merasa ada yang memeras otakku dan beban yang melilit pada badanku ditambah tempratur tubuhku yang menembus angka 39′ celcius.  Kembali aku berbaring diatas kasur yang menurutku cukup nyaman untuk tubuhku yang lemah ini.  Malam itu aku memejamkan mataku dalam kegelisahan batin yang menusuk, pedih, perih.

2 hari berlalu, hari ini adalah hari Jumat.  Selama dua hari itu aku memutuskan untuk tidak sekolah karena aku menderita demam, dan hari ini hari yang bahagia! Karena hari ini aku bisa sekolah dan menemuinya lagi.  Melihat wajahnya adalah kehidupan bagi jiwa lelakiku, layaknya oksigen dalam hidupku. Aku mengawali hari dengan berangkat sekolah pagi pagi.  Pelajaran yang aku dapat hari ini sangat bisa aku pahami, seperti meminum segelas susu coklat yang sangat nikmat.

Malam dihari itu, aku melepas penat dengan menyeduh secangkir teh cina manis, semanis senyumanya padaku hari itu.  Seperti biasa, aku memyapanya untuk memulai percakapan yang diharapkan tak menjadi sebuah harapan kosong yang fana.  Walaupun sekarang nasib baik tak berpihak padaku.  Kala itu aku mempunyai ide untuk menghabiskan akhir pekan bersama.

” My love, kamu mau nggak sepedahan bareng besok? Aku sudah buat rencana ”

Lalu dia menjawab

” Iyaa mau kemana? ”

Spontan aku membalasnya

” Udaah, pokoknya siap siap aja. Aku jemput besok ya ”

Lama, aku menunggu balasanya hingga diapun berkata

” Aku gabisa sepedahan jauh jauh, aku nggak kuat. Ke Mall yuk? ”

…………. Jawaban itu sangat membuatku kecewa, dan lebih kecewa ketika aku sadari tak lama dari tanggal aku menulis cerita ini dia memutuskan untuk bersepeda sangat jauh disamping dia melakukanya itu tidak seorang diri.

” Enggak deh, aku nggak punya uang buat ke mall. ”
” Hmm …. ”
” Yasudah, btw kamu masih sayang kan? ”
” Masih lah, kenapa? ”
” Tapi kenapa kamu nggak mau sepedahan bareng? ”
” Aku nggak kuat, takut kambuh sama sedikit males hehe ._.v ”
” okeelaah ”

Semenjak itu, aku semakin merasa sendiri.  Tiada yang menemaniku menyusuri jalanan kehidupan ini.  Aku bahkan dibuat buta oleh sebuah senyawa aneh yang tak terdaftar dalam tabel periodik ini. Ialah cinta, hanya sebuah kata tanpa deskripsi yang jelas, bersifat tak menentu, sebuah pemicu, menyerang semua umat manusia disegala umur dan jenis.  Sebuah lambang akan kasih sayang, dan yang tak dilupakan adalah sumber dari beberapa jenis penyakit psikologis.

Beberapa waktu berlalu, tiba saatnya aku mengutarakan hal ini.  Hal ini sangatlah penting, hal yang membebaniku.  Ku kumpulkan semua nyali untuk mengutarakan hal ini!  Ketika itu aku menemuinya, sang pujaan hatiku.  Dengan sedikit gugup, badan gemetar, hawa tiba tiba terasa panas, gerah, akupun memulai dengan sedikit basa basi.  Aku pikir kali ini aku membuktikan cintaku ini cinta tanpa syarat, perjanjian antar siapapun. Ini cinta, murni asalnya dari sang pujaan hati. Hatiku telah dipilih.

” Kamu tahu, ada sedikit masalah yang sedang kualami, my love. Kamu harus tahu aku serius dalam hal ini.  Akan tetapi aku bingung dengan amanah orangtuaku yang tidak mengizinkan aku untuk menjalin cinta di awal.  kuharap kau akan mengerti. ”

Dia terdiam tanpa suara. 

Saat itu aku menjerit sekeras kerasnya dalam hati. Aku menangisi diriku sendiri. Aku melalukan sebuah kesalahan! Aku bersalah! Sebuah akhiran yang bodoh!

Namun akupun tersadar, bahawa dunia ini bukanlah mimpi semata.